Aku akhirnya merasakan kebenaran akan pahitnya menggantungkan harapan pada manusia. Pada seseorang yang kerap kali kusebut namanya dalam doa. Mungkin hal itu juga yang terjadi pada setiap insan.
09.17 – 15 Maret 2017
Benarkah Tuan ini belum bernama? Atau adakah ia bernama, bahkan ada di sekitarku namun belum menjadi tuan yang namanya disandingkan untukku?
Turuntukmu Tuan yang Belum ku ketahui namanya. Baginda Rasul mengatakan untuk memilih pasangan dari yang baik agamanya. Aku berusaha memahami hal tersebut. Kadang aku juga mempercayai bahwa pria baik-baik untuk perempuan yang baik-baik pula. Sehingga untuk memiliki pasangan yang baik, baik perempuan maupun pria harus memperbaiki diri masing-masing. Mengikuti alur seni memantaskan diri. Namun aku khawatir akan hal ini.
Apakah aku memperbaiki diri karenamu? Sementara ada yang lebih Hak untuk menerima perubahanku yang lebih baik. Aku kira aku salah menyelami makna selama ini. Kalau aku memperbaiki dirimu agar kelar kamu yang baik pun bisa disandingkan untukku maka aku termasuk perempuan yang ingkar pada Penciptanya. Ia lebih berhak aku dekati. Aku kelak mungkin akan mencintaimu, namun aku khawatir aku mencintaimu melebihi cintaku padaNya. Bukankah memilih pasangan adalah yang dalam hati kita yakin bahwa dengannya surga Allah menjadi lebih dekat?
Aku tidak ingin mencintaimu berlebihan dan malah membuat kita kelak saling menuduh di hadapanNya.
Aha! Aku punya ide !
Bagaimana kalau kita dekatkan diri kita padaNya. Kamu dengan caramu, dan aku dengan caraku. Kalau kita memang ditakdirkan berjodoh, kelak di muara akan bertemu. Aku kira dengan begitu kita akan malangkah dengan fokus padaNya. Aku tidak ingin mengikatmu selagi kita memang belum dalam ikatan akad. Aku rasa kamu akan lebih leluasa dengan hal ini.
Teruntuk Tuan yang belum bernama, namun sudah terikat dalam pita mobius denganku. Yang kelak denganmu aku meniti jalan padaNya, yang kelak denganmu akan membangun mahligai dan madrasah bagi anak-anak generasi Rabbani kelak. Mari panjatkan doa dan melangkah menuju cahaya.
Tegaklah ke langit luas. Kita tidak pernah kehilangan apa-apa.
9.42 – Bedungan Hilir
Sebuah balasan atas tulisan bernada sama dari seorang guru yang selalu menjadi panutan bagi kami – para mentee (berprestasi dan yang wan hasil) hehehe