Hello. Mumpung postingan yang sudah berjamur dan lumutan itu baru saja ku posting, maka mari aku lanjutkan menulis tentang Milea. Lho, kamu ga kerja? Sebentar saja deh. Mumpung lagi mau nulis. Bukankah writing’s block itu banyak terjadi. Boleh yaa hepi sedikit 😛
Well, adakah dari kalian yang sudah membaca novel Dilan dan Milea? Baik yang Dilan 1990, Dilan 1991, dan Milea: Suara Hati Dilan. Aku sudah baca semua tahun lalu. Sudah menonton filmnya yang pertama dan kedua (Dilan 1991 rilis di layar lebar bulan lalu). Hari ini saat aku mengetik sekarang, aku ada di Bandung. Duduk sehabis memesan Mixed Berry Smoothies di TwoCents, padahal numpang wifi. Agendanya bekerja, namun aku belok ke halaman ini. Sekarang juga sedang hujan. Jadi ingat adegan Dilan dan Milea yang naik motor hujan-hujanan. Dengan segala gombalan Dilan kepada Milea. Pertama kali mendengar aku seperti “Aaaawww, he’s kinda cute and gentle”, berulang kali mendengar “Okay, I’m mature enough. Let’s use my rationality” hahaha
Jadi begini, alih-alih dibilang haram menonton film Dilan karena dianggap tidak mendidik, ini adalah hal yang bisa dijadikan pelajaran untuk kita semua.
- Masih SMA, kalau kata Bang Rhoma “Masa muda, masa yang berapi-api”, kalau kata Fourtwnty “Ini darah muda, memang tak mudah menaklukkannya”. Jadi, what do you expect from a guy in high school? Beda generasi sih memang. Mungkin jaman sekarang ngegombalnya tanpa tanggung jawab, sementara kalau dari aura Dilan, I can tell he meant every words he said. Dia bertanggung jawab. Aku agak memandang getir adegan dan teks saat Milea dengan keluarga Dilan, sederhananya mereka semua sangat luar biasa percaya diri bahwa saat itu Milea pasti menikah dengan Dilan. Pelajaran untukku adalah, aku mau se-cool mamanya Dilan. tetapi dengan tidak serta merta menganggap pacar anakku kelak pasti akan menikah dengan anakku. Atau aku membela pacar anakku sementara tidak mendengarkan perasaan anakku. Aku se-offended Dilan waktu mamanya membela Milea banget.
- You can’t fortune the future. Jadi ya…Kamu tidak punya garansi apapun bahwa Dilan akan menikah dengan Milea, atau segala impian kisah percintaan yang indah. Jadi jangan berlebihan dulu saat mencinta dan membenci. Segala sesuatu yang berlebihan bukankah akhirnya kurang baik, Yes? Contoh konkret cinta secinta-cintanya tapi ga nikah akhirnya 😦
- Tolong ya, bagiku Dilan meskipun gentle, maunya Milea tenang dan ga khawatir, tapi ga cerita apapun atau sedikit cerita. Itu adalah akar dari lack of communication. Coba Milea di ajak nongkrong geng motor sambil di kasih tahu sejarah, visi-misi, dan term & condition geng motor yang saat itu dipanglimai oleh Dilan. Nah, sudah begitu Dilan jadi terkesan laki-laki tanpa daya untuk asertif terhadap Milea. Kalau terus-terusan bisa-bisa jadi Pria Takut Pasangan. Dilan, kamu tahu, di masa sekarang banyak yang jadi gitu. Takut sama pasangan. Makasih filmnya bikin aku merasa lelaki seharusnya lebih tegas. Mwah!
- Milea oh Milea. Aku sedih, sekaligus berusaha memahami atas semua perilakumu ke Dilan, dan segala penyesalan yang kamu rasa sampai sekarang. Begitu membekas, dan tidak semudah itu move on . Tapi ya, kalau boleh jujur, itu kan buah dari apa yang kamu tanam. Dan, apakah kamu tau Milea? Sangat banyak Milea-Milea lainnya di masa sekarang. Yang khawatir berlebihan dan lupa bahwa pasangan itu bukan boneka. Yang kalau marah ngancamnya putus (gila, ini aku paling ga suka, apapun alasannya). Milea-Milea masa kini yang mau pasangannya nurut apa kata dia, membatasi pergaulannya, men-judge teman-teman pasangannya. Suka lupa memposisikan diri sebagai pasangan sebelum bertindak. Duhai Para Milea di luar sana! Please, Stop doing that. Belajarlah untuk pakai rasional dan empati. Karena kalau sudah merasa tersakiti, kalian jadi play victim, lalu mencari pembenaran bahwa “wajar” melakukan hal itu. Ya, ya …. kamu masih 17 tahun saat itu. Dari Jakarta datang ke Bandung. Lalu .. yah kisahnya bisa dibaca di novelnya yaa.
- Kenapa sih ga tanya aja daripada asumsi aja ? Baik Dilan dan Milea. Malu bertanya sesat di jalan. Kenapa ga tanya Guntur itu siapa, atau ga tanya perempuan di samping Dilan saat ayahnya meninggal itu siapa? Malu Bertanya, Tersesat di Masa Depan, Terjebak di Masa Lalu.
- Pian! Sosok yang terlupakan. Satu hal, Pian adalah informan tanpa diminta bagi Milea. Dan, yes! Tanpa konfirmasi ulang, akhirnya pengaduan-pengaduan Pian termasuk yang membuat Dilan dan Milea kerap kali salah paham. Teman boleh, tapi terlalu involve di hubungan asmara teman ya jangan lah ya.
- Aku tidak tau bagaimana rasanya menikah tapi masih memendam rasa cinta seluas samudera pada orang yang bukan suamimu atau istrimu. Atau mungkin karena Milea menulis 2 buku dan Dilan hanya 1, aku jadi hanya bisa menilai dari situ. Aku merasa Milea masih lebih mencintai Dilan daripada Dilan. Dilan tidak banyak bercerita pun tentang Chika. Yang jelas, memang sudah ga jodoh mau diapakan ? Jadi ya sudah. Aku jadi merasa pilu mendadak. Hujan sudah tak sederas tadi kebetulan.
Baiklah, aku sudah menuturkan sekian banyak hal (yang sebenarnya di kepalaku mungkin masih ada lebih banyak lagi yang kupilin benang merah neuron dalam otakku). Diingat-ingat ya siapapun, Putus bukan mainan. Bukan bentuk Ancaman yang baik. Karena kalau sudah putus ya putus saja. Seperti ga ada lagi lelaki atau perempuan di dunia ini. Bukan apa-apa, anggap saja itu latihan supaya ketika menikah ga sedikit-sedikit ancamannya cerai.
Okay, sampai nanti! Mungkin nanti aku mau bahas tentang sebuah politik game. Atau entah apapun. Jangan minta aku pakai bahasa Inggris. Cukup puisi dan random thought saja. Kalau ini … Letih buibu nge-translate nya.
Cheers!